Jumat, 25 Mei 2012

Sepeda Ontel "ketika cinta akan dipertemukan"

Diposting oleh Hadini Qudsy di 05.10


Triiing.. tring...(suara dering bel sepeda) “Dion.. Dion.. ayo keluar, kita main sepeda, mumpung masih pagi nih, Dion….” Suara gadis kecil itu terdengar nyaring memanggil temannya sambil celingak-celinguk melihat-lihat pintu rumah dari luar pagar dan berharap pintu itu akan segera terbuka.
Sesaat kemudian, terlihat seulas senyum di bibir gadis itu, dia melihat ada seorang wanita yang cantik, sepertinya usianya baru 30 tahun. “Hellen, mau ketemu Dion ya? Ayo sini masuk, Dionnya ada di kamar” ucap wanita itu. Wanita itu bernama Rita. “iya tante, Hellen mau ngajak Dion main sepeda” jawab gadis kecil itu ceria. Nama gadis itu Hellen Adyanita Sifliya, dia sering di panggil Hellen. Dia adalah anak tunggal. Gadis kecil itu selalu terlihat ceria, badannya mungil tapi berisi dan tidak terlalu tinggi, panjang rambutnya sebahu dan berponi, rambutnya selalu di ikat dua. Umurnya masih 10 tahun, dan sekarang dia sekolah kelas 4 SD.
“ayo sini, Hellennya masuk saja, sepedanya di parkir di taman ya..” ucap tante Rita. “iya tante” jawab gadis kecil itu sambil tersenyum lebar.
“Hey Dion Akbar Hafrizia, sedang apa kamu melamun memandangi luar jendela seperti itu?” Tanya Hellen ketika membuka pintu kamar dan melihat Dion sedang duduk di sofa dekat jendela kamarnya, Dion duduk dan dagunya ia simpan di atas tumpukan tanggan yang ia simpan di jendela.
Dion tidak menjawab pertanyaan Hellen. “Dion?” panggil Hellen dengan nada seperti kebingungan. “hmm..” jawab Dion singkat. “kenapa kamu? Kamu sakit? Atau-- baru di marahin mamah kamu? Hihi, ayo ngakuuuu” pertanyaan gadis kecil itu terdengar penasaran dan merayu. “enggak ko, sok tau kamu!” jawab Dion jengkel. Hellen kebingungan dengan sikap Dion yang tidak biasa seperti ini. Dion memang anak yang cuek, tapi dia termasuk anak yang cukup ceria. Anak laki-laki ini bertubuh cukup tinggi, tingginya sedikit melebihi tinggi Hellen. Rambutnya selalu di potong rapih dengan poninya di buat sedikit berjambul. Dia masih kelas 5 SD dan baru berumur 11 tahun, setahun lebih tua dari pada Hellen. Tapi karena rumah mereka berdekatan dan orang tua merekapun saling kenal dekat, maka dari itu mereka sering bermain bersama dan merekapun bersekolah di satu sekolah yang sama.
“Dion, kamu kenapaaaa?” Tanya Hellen sambil menarik-narik baju Dion dari belakang. “Daripada kamu diam seperti ini, mendingan main sepeda yuk, sekarang kan hari Minggu, di luar juga lagi cerah loh, ayo ayo kita maiiiiin…” ajak Hellen manja. “gak mau, aku ga mau main sama kamu lagi” jawab Dion sambil tetap memandang ke luar jendela kamar. Hellen pun bingung mendengar jawaban Dion, dia sedikit merasa sedih karena Dion tidak mau lagi bermain dengannya. “kenapa kamu gak mau main sama aku lagi? Kamu marah ya sama aku? Marah kenapa?” Tanya Hellen murung. “kamu banyak nanya, aku gak mau main sama kamu lagi, soalnya bentar lagi juga kamu mau ninggalin aku” jawab Dion masih dalam keadaan membelakangi Hellen. “maksud kamu apa Dion? Aku mau ninggalin kamu? Ninggalin kemana? Ke bulan biar bisa ketemu alien? Hahaha” jawab Hellen bercanda. Dion berbalik menghadap Hellen dengan tangan di lipat “gak lucu tau. Kamu jahat, katanya kita bakalan terus barengan sampai kita gede, tapi sekarang kamu mau ninggalin aku gitu aja. Kamu boong!” kerutan mulai terlihat di dahi Hellen, Hellen tetap tidak mengerti apa yang Dion katakan. Ninggalin? Jahat? Boong? Apa maksudnya? “aku gak ngerti Dion” jawab Hellen mulai terlihat sedih. Hellen terduduk di lantai yang beralaskan karpet tebal berbentuk bulat lebar berwarna Biru. Hellen menengadah melihat Dion yang duduk di sofa berwarna putih tadi. “kamu beneran gak tau apa yang aku maksud?” Tanya Dion. Hellen hanya mengangguk dan memandang Dion dengan murung dan kebingungan. “tadi pagi sebelum kamu datang, mamah kamu dateng kesini ngobrol sama mamah aku, aku denger katanya kamu mau pindah rumah ke Jakarta. Itu artinya kamu bakalan tinggalin aku Hellen” kata Dion menjelaskan. Hellen diam kebingungan “hah? Aku gak tau tentang itu. Hmm, memangnya kalau aku tinggalin kamu kenapa? Kamu bakalan kangen yaaa? Ngaku loh!!” rayu Hellen. Terlihat wajah Dion merah dan halisnya terangkat satu, entah itu artinya kaget atau gugup atau salting. “ih, enggak, biasa aja. GR banget kamu. Ngarep!” jawab Dion jengkel sambil membuang muka sedikit salting. “terus, kenapa tadi kamu kayak yang ngambek gitu? Ngaku aja dong, huuu” ledek Hellen. “hmm, tadi—tadi aku ya kesel aja, kamu gak bilang-bilang sama aku” jawab Dion semakin salting. Hellen melipat kedua tangannya dan membuang muka dari Dion sambil memasang muka jutek “oh, yaudah kalau kamu gak mau ngaku, aku mau pergi jauh ninggalin kamu dan kita gak akan main lagi” ucap Hellen kesal. Dion melihat Hellen yang membuang muka dan cemberut memasang muka ngambek, Dion menutup mukanya salting “jangan, nanti aku main sama siapa kalau kamu gak ada—“ jawab Dion malu-malu sambil menutup mukanya. Dengan keadaan masih memasang muka ngambek dan tanpa melihat Dion Hellen menjawab “main aja tuh sama boneka-boneka kamu” Dion paling malu kalo dia disindir suka main sama boneka-boneka yang ada di kamarnya, mamahnya yang menyimpan boneka-boneka itu sebagai hiasan kamar. Dion sangat malu dan kenapa mesti boneka bukan robot atau mobil. “udah, jangan bawa-bawa boneka” jawab Dion kesal dan malu.
“jadi kamu mau pindah kapan ke Jakarta? Kamu bakalan balik lagi ke Jogja?” Tanya Dion penasaran. “aku gak tau Dion, aku aja tau ini baru dari kamu tadi. Yaudah, sekarang kita main sepeda dulu aja. Kamu bonceng aku ya? Aku simpen dulu sepeda aku, aku mau di bonceng pake sepeda ontel kamu” terlihat senyum ceria di wajah gadis kecil itu dan juga anak laki-laki itu.
“Mah, kita bakalan pindah ke Jakarta ya?” Tanya Hellen sambil mengunyah makanan sarapannya. Mamahnya yang sedang mengolesi selai coklat di atas roti untuk dirinya diam sesaat memandangi Hellen dan Papah Hellen. Papah Hellen pun berhenti mengunyah sesaat memandangi Hellen. Kemudian keduanya melanjutkan kembali kegiatan yang tertunda tadi “hmm, kamu tau dari siapa?” Tanya mamahnya. Papah hanya terdiam sibuk sendiri mengunyah makanannya. “aku tadi tau dari Dion, katanya tadi mamah ke rumahnya ngobrol sama mamahnya Dion dan bilang kita mau pindah ke Jakarta. Kapan Mah? Kapan Pah?” Tanya Hellen melihat ke arah mamah dan papahnya. “tapi Hellen ga mau pindah, Hellen tetep mau tinggal di Jogja aja biar Hellen tetep bisa main sepeda barengan Dion” lanjut Hellen tanpa menunggu jawaban mamah dan papahnya. “iya sayang, kita mau pindah ke Jakarta. Papah kamu pindah tugas kesana, lagian masih lama kok” jawab mamah lembut. “iya Hellen, masih lama, kita pindah kira-kira ketika kamu mau naik kelas 5” jawab papah menambahkan. Helen cepat-cepat mengbabiskan rotinya dan meminum susunya habis. “tapi, kalo kita pindah ke Jakarta, nanti Hellen ke sekolahnya bisa naik sepeda gak pah?” Tanya Helen polos. “bisa dong sayang, kan sepeda kamu juga pasti bi bawa, semua barang kita bawa pindah” jelas papah. Wajah Hellen mulai terlihat murung, sepertinya gadis itu mulai sedih “tapi—tapi Hellen gak mau jauh dari Dion, nanti gak ada lagi yang bonceng Hellen naik sepeda ontel kalo Hellen capek naik sepeda Hellen. Hellen mau barengan sama Dion mamah, Hellen cuman punya temen deket Dion” jelas Hellen sambil memelas. “nanti juga di Jakarta kamu bakalan nemu temen baru. Mungkin nanti juga sekali-kali kita bakalan mengunjungi Jogja kalau lagi musim liburan, iya kan sayang?” bujuk mamah lembut. Hellen diam sesat, tidak bisa berbicara apa-apa lagi, dia masih terduduk di kursi meja makan sambil melipat tangan kirinya di atas meja makan dan menidurkan kepala di atas tangan kirinya, tatapan polosnya memandangi telunjuk kecilnya yang sedang nengitari mulut gelas bekas susu yang dia minum tadi.
“Dion,kamu tau gak?” Tanya Hellen sambil duduk mengayun-ayun kakinya memandangi air mancur di depan kursi taman yang mereka duduki. “tau apa?” jawab Dion singkat. “aku seneng banget main sama kamu. Kamu seneng gak main sama aku?” Tanya Hellen polos. “ya, aku juga seneng kok” jawab Dion. “apa lagi kalo kita lagi main sepeda, kita jalan-jalan naik sepeda keliling-keliling perumahan. Seru ya? Aku suka banget sama sepeda ontel kamu” lanjut Hellen dengan nada ceria. “ya, tapi bentar lagi kita gak bisa main bareng, kamu mau pindah. Aku nanti main sama siapa dong?” jawab Dion. “iya, aku tau kok, hehe. Tapi tenang aja, nanti kita bakalan ketemu lagi, iya kan?” Tanya Hellen menghibur. “iya, semoga” jawab Dion dengan seulas senyum yang dipaksakan.
“Dion, pelan-pelan bawa sepedanya, jangan ngebut-ngebut, aku takut!!!” teriak Hellen setengah panik ketika di bonceng Dion di sore itu. “tenang aja, kamu pegangan ya…” Hellen terlihat sangat ketakutan dan memejamkan mata sambil memegang baju Dion sangat erat dari belakangnya. “KITA MAU KEMANA--?”Tanya Hellen berteriak. “ikut aja, jangan bawel” jawab Dion setengah melihat kearah Hellen.
“waaah, bagus banget…” Hellen terkejut dan senang ketika Dion mengajaknya ke sebuah danau yang airnya terlihat sangat jernih, dipinggir danau itu ada setengah jembatan yang terbuat dari kayu, jembatan itu terlihat mulai sedikit tua tapi masih kokoh. Di pinggir danau kecil itu juga di kelilingi pohon-pohon yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rimbun. “Hellen, kamu baru tau tempat ini?” Tanya Dion. “iya, aku baru tau, disini bagus ya, sejuk banget, aku suka. Lihat itu, ada jembatan, ayo kita kesana.” Ajak Hellen dan segera berjalan menuju danau. Dion mengikutinya dari belakang sambil menuntun sepeda ontelnya itu.
“Dion, besok kita bakalan di bagi rapor ya?” Tanya Hellen sambil duduk di jembatan dengan mengayun-ngayun kakinya di atas air danau yang jernih itu. “ya, dan itu tandanya kamu bentar lagi pindah ke Jakarta” jawab Dion datar. “Dion, makasih ya kamu udah baik banget mau main sama aku, mau bonceng aku naik sepeda ontel kamu, hehe. Aku seneng bisa main sama kamu” kata Hellen tersenyum. “aku juga seneng” jawab Dion masih dengan berdiri memegang sepedanya di belakang Hellen.
Keesokan harinya ketika Dion terbangun dari tidurnya, dia melihat keluar jendela, terlihat hari sudah mulai siang, hari ini hari Sabtu tanggal 4 Mei tahun 2006. Jam dinding kamar sudah mununjukkan pukul 06:30. Tepat pukul 07:30 dia harus sudah di sekolah, dia akan menerima laporan hasil belajarnya selama duduk di kelas 5 SD. Dia bergegas untuk berisiap-siap berangkat sekolah, mandi, sarapan, dan berangkat.
“Mah, Dion berangkat dulu ya..” ucap Dion sebelum berangkat. “oh iya, hari ini kamu di bagi rapor ya sayang? Perlu mamah yang mengambilnya?” Tanya mamah Dion. “gak usah mah, biar sama Dion aja”. Jawab Dion. “ya sudah, hati-hati ya..” pesan Mamah. “iya—“
Dion bergegas pergi keluar, kendaraan menuju sekolah adalah sepeda ontel kesayangannya. Dia berlari kecil keluar rumah dan berniat untuk berangkat bersama Hellen dan tentu memboncengnya, itu kebiasaan Hellen, selalu ingin di bonjceng ketika berangkat sekolah. Dion melihat sepeda ontelnya sudah terparkir di taman, menunggu untuk dia kendarai. Perasaan dia mulai tidak enak, Dia melihat sekeliling rumahnya dan diam,”sudahlah, ini hanya perasaanku saja” ucap dia dalam hati. Dia memegang sepedanya dan mengangkat standar sepedanya, ada segulung kertas terjatuh dari sepeda ontelnya, ternyata tanpa Dion sadari gulungan kertas pink itu telah terselip di sepeda ontel itu. Dion melihat gulungan kertas pink itu jatuh, dia melihatnya dengan tatapan kebingungan, kemudian mengambilnya dan membukanya.
Dalam gulungan kertas tertulis tulisan anak-anak yang lumayan rapih, dan bertuliskan:
untuk Dion.“
“Dion, aku tau kamu pasti belum bangun kalo aku ke rumah kamu jam 4 pagi. Jadi aku buat surat aja ya buat kamu. Hari ini aku harus berangkat ke Jakarta untuk pindah yang aku juga ga tau sampai kapan. Maaf aku gak bilang dari kemarin-kemarin ya, aku gak mau kamu marah sama aku, sekarang juga kamu pasti marah kan sama aku? Aku udah ngambil rapor aku kok dari kemarin. Tadi pagi aku sama mamah papahku ke rumah kamu buat pamit, tapi kamu masih tidur. Tante Rita asalnya mau bangunin kamu, tapi kata aku jangan, nanti Dion marah. Hehe.
Dion, meskipun kita jauh, nanti aku janji bakalan main lagi ke Jogja, main bareng naik sepeda ontel kamu, aku tau kamu berangkat ke sekolah bakalan naik sepeda, makanya aku selipin suratnya di sepeda kamu, hehe.
Aku pamitan ya, kamu jangan nakal kalo gak ada aku, hehe.”
Salam manis
  Hellen : )
Seketika terlihat selaput air mulai terlihat di mata Dion, dia berlari sambil menggenggam gulungan kertas pink tadi, meninggalkan sepeda ontelnya dan menuju ke rumah Hellen yang letaknya terhalang satu rumah dari rumahnya. Rumah Hellen sudah di depan mata, tatapan sedih, marah dan polos terlihat jelas mewarnai wajahnya, dia melihat rumah itu terlihat bersih tapi sepi, kosong, sudah tidak berpenghuni, dia mencoba memanggil Hellen, berharap masih bisa melihatnya walau untuk yang terakhir “Helleeen--, Helen!!” suara itu terdengar mulai melemah, dia menangis, menangis entah karena kehilangan sahabat atau marah karena sahabatnya pergi tanpa pamit.
Dia bertengadah, mencoba berdiri, mencoba kuat dan menerima kenyataan, meskipun dia berteriak sekencang-kencangnya memanggil Hellen, itu semua percuma, tidak akan ada Hellen lagi, tidak ada Hellen yang selalu membuat Dion jengkel dan-- tersenyum ceria.
Dia berjalan perlahan ke rumah, membuka pintu gerbang kayunya, mamahnya sudah berdiri di depan pintu, Dion melihatnya dengan wajah yang sangat terlihat dalam keadaan sedih. “Dion, darimana kamu?” Tanya mamahnya dengan nada bingung. “dari rumah Hellen mah” jawab Dion lemas. “Hellen sudah pindah, tadi pagi dia datang kesini, pamitan, tapi kamu masih tertidur” ucap mamah. “ya, Dion tau, tadi dia menyelipkan gulungan kertas ini di ontel Dion” dia mengacungkan gulungan kertas tadi sambil menaiki sepedanya, memasukan kertas itu ke dalam tasnya. “Dion berangkat sekolah ya mah” lanjut Dion sambil mengeluarkan sepeda dari halaman rumah. “ya, hati-hati ya. Kamu baik-baik saja kan nak?” ucap mamah dengan nada terdengar khawatir karena melihat anaknya dalam keadaan tidak bersemangat. “tentu—“ jawab Dion singkat.
Dion mengayuh sepedanya menuju sekolah, sepanjang jalan, terlihat kesedihan di wajahnya, hari-hari yang biasanya di warnai dengan keceriaan bersama Hellen, sekarang entah bagaimana keadaannya. Dion bahkan tidak tau, kapan dia akan bertemu lagi dengan Hellen, dan mungkinkah mereka akan bertemu.
Hellen, aku gak marah kok sama kamu, cuman, kenapa kamu gak pamit langsung aja sama aku? Kamu tau gak? Aku sedih kamu ninggalin aku, tapi aku berharap, kita bisa ketemu lagi ya, dan kita bisa naik sepeda ontel lagi ucap Dion dalam hati dan memaksakan seulas senyum di bibirnya. Dion ingat, Hellen pernah bilang, kalo Hellen ga mau lihat Dion cemberut, lihat Dion sedih, soalnya kalau kaya gitu, Dion kelihatan jelek. Ya, Dion ingat kata-kata itu. Dan diapun tersenyum walau hatinya masih merasa sedih.
Perjalanan menuju bandara sedang Hellen tempuh bersama keluaga kecilnya, sepanjang jalan, di mobil Hellen tidak terlihat bersedih, meskipun dalam hatinya dia sedih, dia orang yang ceria, tidak mau menampakkan kesedihannya di depan orang, dia mencoba selalu ceria meskipun sesekali terlihat murung.
Dalam hati dia berbicara dengan senyuman terpancar di bibirnya “Dion, maafin aku ya, aku pergi gak pamit dulu, bukannya aku gamau kita ketemu dulu, tapi aku gak mau kamu marah aku pergi cepet banget dan aku juga gak mau lihat kamu cemberut, sedih, soalnya kamu bakalan jelek banget, hehe. Dion, tadi aku selipin gulungan kertas pink di ontel kamu, aku harap kamu membacanya ya--. Aku pergi dulu, aku janji nanti aku bakalan main lagi sama kamu, main naik sepeda ontel. Ya, jaga terus sepeda ontelnya ya…

0 komentar:

Posting Komentar

 

story♥☮ Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting